Sabtu, 14 Mei 2011

Cerpen : Untuk Waktu Yang Terlewatkan

Kudekap hangat cinta kasihmu dalam sapuan bunga tidurku nanti

Keluarga merupakan satu anugrah terindah yang tak pernah dapat tergantikan oleh apapun. Rumah yang damai,penuh kasih sayang, kebersamaan,canda tawa bahkan pelukan kehangatan.

Ahhh…itu hanya dongeng bagiku..
Kugerakkan langkah gontai melangkah menuju tepi kamar memandangi saat sang fajar kembali keperaduannya.yahh..hanya senja yang mampu menentramkan jiwa sepiku saat ini.
                                                              ***********
Giska Pratiwi, itulah nama lengkapku mereka biasa memaggilku senja, hahahaa..lucu memang, tapi entah dari mana mereka menemukan panggilan itu untukku. Tapi tidak bagi mereka, orang tuaku.

______________
 
”Tiwi, Mama dan Papa akan pergi ke Belanda. Kamu baik-baik sama bibi ya! ini uang saku kamu selama kami pergi” sambil meletakkan amplop yang berisi uang yang entah berapa lembar diatas meja, mereka berlalu begitu saja.

Terkadang aku ingin tertawa melihat sikap mereka, tapi, ya.. seperti itulah mereka dari hari kehari. Datang dan pergi sesuka hati mereka. Bahkan aku tak percaya bahwa mereka menganggap memiliki rumah ini, mungkin aku boleh menamai rumah ini dengan sebutan rumah singgah bagi mereka.

Apa ini yang disebut dengan kehangatan keluarga? Kasih sayang orang tua yang hanya menilainya dengan sekian lembar uang. Ahhh..aku tak peduli lagi dengan itu, dengan apa yang mereka lakukan, bahkan dengan apa yang mereka fikirkan.

Selepas kepergian mereka, tanpa terasa butiran-butiran kristal bening itu kembali jatuh tanpa aba-aba lagi. Entah sudah berapa banyak butiran bening itu aku habiskan hanya untuk hari seperti ini. Tapi tak sedetikpun mereka ada untuk meluangkan sedikit waktunya menghapus butiran bening ini dengan tangan lembut mereka. Kepalaku terasa begitu berat, perlahan-lahan sakit mulai menyerang semua syarafku. Setiap persendianku terasa begitu lemah untuk menopang badan mungilku. Dan alam sadarku pun telah menghilang hanya dalam hitungan detik.
                                                                ************
Jam telah menunjukkan pukul 23.42 WIB, dentingan detik demi detik jarum jam menambah kesunyian malam,terdengar samar ditelingaku.

             Tik... tik.... tik ....tik....
Sakit tak lagi kurasakan, mungkin tubuhku telah kebal untuk rasa sakit itu, melihat tubuh putih tanpa darah terbaring lemas lengkap dengan jarum, selang infus bahkan jarum-jarum lain yang aku tak tau pasti fungsinya untuk apa melekat ditubuh itu. Berada disudut sepi, sunyi dan sendirian di ruang putih ini yang jauh lebih menyakitkanku.
Tak selang beberapa lama aku melihat Mama dan Papa masuk dan mulai mendekatiku, kurangkuh mereka dalam pelukanku, sungguh aku rindu kehangatan mereka. Tapi…mengapa tanganku tak mampu menyentuh sentuhan hangat itu.
”Dok, apa yang terjadi dengan anak saya” kulihat Mama menangis dipelukan Papa. Tak pernah sebelumnya aku melihat mama begitu melihatkan raut wajah yang begitu cemas seperti itu dan Papa juga terlihat sangat rapuh.
”Mama...aku baik-baik saja” aku tersenyum sambil mencoba menghapus air mata dipipi lembut Mama.
Tapi, lagi-lagi aku tak mampu menyentuhnya.
”Maaf Buk, kami sudah berusaha semampu kami, tapi Tuhan telah berkata lain, kanker otak yang diderita oleh putri ibu telah merenggut nyawanya”
Ucapan sang dokter terdengar bagai petir yang datang begitu saja bagiku dan juga kulihat bagi mereka, orang tuaku. Aku tak percaya dan aku mulai memejamkan mataku perlahan berharap ini hanya mimpi burukku, dan disaat mataku terbuka kembali maka aku akan kembali dikehidupanku

Aku buka mataku perlahan kembali, tapi aku masih berada diruang putih ini, melihat orang-orang yang aku sayangi begitu rapuh. Ku ulangi lagi sampai berkali-kali,tapi hasilnya masih tetap seperti itu kembali.
Jiwaku terasa semakin dingin, ingin rasanya aku menghapus tangisan mereka seperti halnya dulu aku berharap mereka menghapus tiap tetes air mata yang jatuh dari pelupuk mataku. Waktuku telah habis, semua angan dan harapanku telah memudar dalam sudut ruang putih ini.
                                                                           ************
Wangi melati semerbak aku rasakan saat ini, tanah gundukan bersimbah puluhan macam kembang yang berserakan tanpa susunan terlihat begitu menyakitkan.
Demi waktu yang terlewatkan..
ingin rasanya menumpahkan semua tangisku pada tembok yg tak berpenghuni..
demi waktu yang terlewatkan..
kudekap hangat cinta kasihmu dalam sapuan bunga tidurku nanti
demi waktu yang terlewatkan..
aku mengenal setiap indahmu dari hirupan nafasku
simfoni harap begitu indah terdengar dalam raut sang waktu
melambungkan semua kisah sang senja dan mengembalikannya kepada sang mentari
-giska pratiwi-
Aku lihat Mama tengah memegang buku kecil yang selalu menemani hari-hariku. Membalik tiap lembarnya dan tak izinkan satu huruf pun untuk terlewatkan.
”Maafkan Mama dan Papa sayang, atas semua waktumu yang telah terlewatkan begitu saja” aku dengar kata-kata Mama dari sela isak tangis sambil memeluk buku kecilku. Kata-kata itu terdengar seperti hujan yang menyirami tanah gersangku yang haus akan pelukan dan kata hangat mereka. Tapi kini semua sudah terlambat, hanya buku kecilku yang berada dipelukan mereka.
Aku tersenyum, semua waktuku akan selalu kusimpan dalam hatiku sampai saat kini cahaya putih itu pun mengantarkan aku meninggalkan semua waktuku yang telah terlewatkan.

     Kita baru akan menyadari seberapa besar keberadaan kita begitu berharga bagi orang lain, bagi orang-orang yang kita sayangi dan menyayangi kita setelah semuanya berlalu dan hilang begitu saja. Tanpa kesan dan tanpa pesan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...