Merah dan menghangatkan
Itu adalah api
Yang mengahangatkan dikalau kau mendingin
Di kalau kau butuh kesesuaian hati antara malam menjelang pagi
Merah itu api
Menaklukkan segala kesombongan
Yang menjadikannya abu
Tak berbekas
Tanpa rasa bagai angin
Ada tanpa wujud tak tersentuh
Menyapa lelahmu dengan kelembutan
Namun terkadang keras tanpa batas
Oh angin..
Izinkan aku berceloteh tentang rupamu
Tentang nyanyianmu yang syahdu
Melukiskan keperkasaanmu
Yang bingar dalam setiap hembusanmu
Kau layaknya air
Mengalir mencari muara
Bening mengalir tanpa keruh
Menyejukkan, melepas dahaga
Lewat derai gerimis tipis
Membasuh wajah bumi
Bersenggama dengan gersang tanah
Tanah yang tak pernah lelah
Disaat kita selalu bertumpu padanya
Selalu kita hadir di atas tubuhnya
Dan selalu kita kembali menjadi dirinya
Apakah dia menerima ketika kita berbuat salah di atas kepalanya?
Apakah dia diam
ketika kecongkakan terhujam menembus sanubari jiwa-jiwa yang lemah
Kita kembali padanya
Kita terdiam seribu bahasa
Sampai dia menceritakan semuanya kepada sang Khalik
Mensyukuri tanah,melindunginya
Dan menyayanginya
Sebagaimana kita ingin dipeluk sang ibu
Dan akan kembali menjadi tanah bagaimanapun rupamu.
Api, angin, air dan tanah
Berbaur dalam jiwa kehidupan
Dalam Nafas-nafas keikhlasan
Menyatu dan mengalun dalam nyanyian semesta
Itu adalah api
Yang mengahangatkan dikalau kau mendingin
Di kalau kau butuh kesesuaian hati antara malam menjelang pagi
Merah itu api
Menaklukkan segala kesombongan
Yang menjadikannya abu
Tak berbekas
Tanpa rasa bagai angin
Ada tanpa wujud tak tersentuh
Menyapa lelahmu dengan kelembutan
Namun terkadang keras tanpa batas
Oh angin..
Izinkan aku berceloteh tentang rupamu
Tentang nyanyianmu yang syahdu
Melukiskan keperkasaanmu
Yang bingar dalam setiap hembusanmu
Kau layaknya air
Mengalir mencari muara
Bening mengalir tanpa keruh
Menyejukkan, melepas dahaga
Lewat derai gerimis tipis
Membasuh wajah bumi
Bersenggama dengan gersang tanah
Tanah yang tak pernah lelah
Disaat kita selalu bertumpu padanya
Selalu kita hadir di atas tubuhnya
Dan selalu kita kembali menjadi dirinya
Apakah dia menerima ketika kita berbuat salah di atas kepalanya?
Apakah dia diam
ketika kecongkakan terhujam menembus sanubari jiwa-jiwa yang lemah
Kita kembali padanya
Kita terdiam seribu bahasa
Sampai dia menceritakan semuanya kepada sang Khalik
Mensyukuri tanah,melindunginya
Dan menyayanginya
Sebagaimana kita ingin dipeluk sang ibu
Dan akan kembali menjadi tanah bagaimanapun rupamu.
Api, angin, air dan tanah
Berbaur dalam jiwa kehidupan
Dalam Nafas-nafas keikhlasan
Menyatu dan mengalun dalam nyanyian semesta
Nb : Kolaborasi Event FPK (Kompasiana) dengan Mas Yusep
saya kok kadang susah maknain kata2 sperti ini???
BalasHapusapa emang dasarnya gk ada di seni yah??? :D